TUGAS HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN
Disusun Oleh:
AMANDA
AZALIA S (20317599)
3TB01
FAKULTAS
TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2019/2020
LANDASAN HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN DI INDONESIA
Dasar Hukum Pranata
Pembangunan ditetapkan dalam
I. UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Pemukiman. Dalam UU ini terdapat
10 bab yang terdiri dari 42 pasal yang
mengatur tentang:
BAB 1. Ketentuan Umum
(2 pasal), berisi tentang:
·
Fungsi dari rumah
·
Fungsi dari Perumahan
·
Apa itu Pemukiman
baik juga fungsinya
·
Satuan lingkungan
pemukiman
·
Prasarana lingkungan
·
Sarana lingkungan
·
Utilitas umum
·
Kawasan siap bangun
·
Lingkungan siap
bangun
·
Kaveling tanah
matang
·
Konsolidasi tanah
permukiman
BAB 2. Asas dan Tujuan (2 pasal), berisi tentang:
Penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada
diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Tujuan penataan perumahaan
dan pemukiman:
·
Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar
manusia, dalam rangka peningkatan dan
pemerataan kesejahteraan rakyat.
·
Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan
yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
·
Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan
persebaran penduduk yang rasional.
·
menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan
bidang-bidang lain.
BAB 3. Perumahan (13 pasal), berisi tentang:
·
Hak untuk menempati
/memiliki rumah tinggal yang layak;
·
Kewajiban dan
tanggung
jawab untuk pembangunan perumahan dan pemukiman;
·
Pembangunan dilakukan
oleh pemilik hak
tanah saja;
·
Pembangunan yang dilakukan oleh bukan pemilik tanah harus dapat persetuan dari pemilik tanah / perjanjian;
·
Kewajiban yang
harus dipenuhi oleh yang
ingin membangun rumah
/ perumahan;
·
Pengalihan status
dan hak atas
rumah yang dikuasai Negara;
·
Pemerintah mengendalikan
harga sewa rumah;
·
Sengketa yang berkaitan dengan pemilikan dan
pemanfaatan rumah diselesaikan melalui badan peradilan;
·
Pemilikan rumah dapat beralih dan dialihkan dengan cara pewarisan;
·
dll.
BAB 4. Pemukiman (11 pasal), berisi tentang:
·
Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan permukiman skala besar
yang terencana;
·
Tujuan pembangunan
permukiman;
·
Pelaksanaan ketentuandilaksanakan sesuai dengan Rencana Tata Ruang wilayah;
·
Program pembangunan daerah dan program pembangunan sektor
mengenai prasarana, sarana lingkungan, dan utilitas umum;
·
Penyelenggaraan
pengelolaan kawasan siap bangun dilakukan oleh badan usaha milik Negara;
·
Kerjasama antara
pengelola kawasan siap bangun dengan BUMN;
·
Di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun Pemerintah memberikan penyuluhan dan
bimbingan, bantuan dan kemudahan;
·
Ketentuan yang wajib
dipenuhi oleh badan usaha dibidang
pembangunan
perumahan;
·
Tahap - tahap yang
dilakukan dalam pembangunan lingkungan siap bangun;
·
Kegiatan - kegiatan untuk meningkatkan kualitas permukiman;
·
dll.
BAB 5. Peran
Serta Masyarakat (1 pasal), berisi tentang:
·
Hak dan
kesempatan yang sama untuk turut serta dalam pembangunan perumahan / permukiman;
·
Keikutsertaan
dapat dilakukan perorangan / bersama. BAB 6. Pembinaan (6 pasal), berisi tentang:
·
Bentuk pembinanaan
pemerintah dalam pembangunan;
·
Pembinaan
dilakukan pemerintah di bidang perumahan
dan pemukiman;
·
Pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarak an berdasarkan
Rencana Tata Ruang
wilayah perkotaan dan Rencana Tata Ruang wilayah;
·
dll.
BAB 7. Ketentuan Pidana (2 pasal), berisi tentang:
·
Hukuman yang diberikan pada
yang melanggar peraturan dalam pasal 7 baik disengaja ataupun karena kelalaian;
·
dan hukumannya dapat berupa sanksi pidana
atau denda. BAB 8. Ketentuan Lain-lain (2
pasal), berisi tentang:
·
Penerapan ketentuan pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 tidak menghilangkan kewajibannya untuk tetap memenuhi ketentuan
Undang-undang ini;
·
Jika kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak
dipenuhi oleh suatu badan usaha di
bidang pembanguna
n perumahan dan permukiman, maka izin usaha badan tersebut
dicabut.
BAB 9. Ketentuan Peralihan (1
pasal), berisi:
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan di bidang perumahan dan permukiman yang telah ada tetap
berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini atau belum diganti atau
diubah berdasarkan Undang-undang ini.
BAB 10. Ketentuan Penutup
(2 pasal), berisi tentang:
·
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang Pokok-pokok perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 40, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2476) menjadi
Undang-undang (Lembaran Negara
Tahun 1964 nomor 3,
·
Undang-undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan dan penerapannya diatur dengan Peraturan Pemerintah selambat- lambatnya
2 (dua) tahun sejak
Undang-undang ini diundangkan.
II. UU No. 24 Tahun 1992 tentang Tata Ruang Umum, dimana dalam UU
ini
terdapat 8 bab yang terdiri dari 32 pasal yang mengatur tentang:
BAB 1. Ketentuan Umum
(1 pasal), berisi tentang:
·
Yang dimaksud
dengan ruang
·
Pengertian Tata
Ruang
·
Penataan ruang
·
Rencana Tata
Ruang
·
Yang dimaksud
wilayah
·
Yang dimaksud
kawasan
·
Kawasan lindung
·
Kawasan budi daya
·
Kawasan pedesaan
·
Kawasan perkotaan
·
Kawasan tertentu
BAB 2. Asas dan Tujuan
(2 pasal), berisi tentang:
·
Penataan ruang berasaskan Pemanfaatan Ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan
·
berhasil guna, serasi,
selaras, seimbang, dan berkelanjutan. Juga berdasarkan keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindunga n hukum.
·
Tujuan penataan
ruang:
·
terselenggaranya Pemanfaatan Ruang berwawasan lingkunga n yang
berlandaskan Wawasan Nusantara
dan Ketahanan Nasional;
·
terselenggaranya
pengaturan Pemanfaatan Ruang kawasan lindung dan kawasan
budi daya;
·
tercapainya
Pemanfaatan Ruang yang berkualitas. BAB 3. Hak dan
Kewajiban (3 pasal), berisi tentang:
·
Setiap orang berhak menikmati manfaat ruang termasuk
pertambahan nilai
·
ruang sebagai
akibat penataan ruang.
·
Setiap orang berhak dan berkewajiban untuk berperan serta
dalam menyusun dan memelihata ruang;
·
Setiap orang berkewajiban menaati Tata Ruang yang ditetapkan. BAB 4. Perencanaan, Pemanfatan, dan Pengendalian (12
pasal), berisi:
·
Bagian Pertama:
Umum (6 pasal)
o Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan, aspek administratif, aspek kegiatan
kawasan pedesaan, wilayah
Nasional, dll.
o
Cangkupan wilayah
penataan ruang.
o Penataan ruang kawasan perdesaan,
penataan ruang kawasan perkotaan, dan penataan ruang
kawasan tertentu.
o Penyelenggaraan penataan
ruang kawasan pedesaan, penataan ruang kawasan perkotaan, dan penataan ruang kawasan
tertentu.
o
dll.
·
Bagian Kedua:
Perencanaan (2 pasal)
o Perencanaan Tata Ruang dilakukan
melalui proses dan prosedur penyusunan
o serta penetapan Rencana
Tata Ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
o Rencana Tata Ruang ditinjau kembali dan atau disempurnakan sesuai dengan
jenis perencanaannya secara berkala.
o Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali dan atau penyempurnaan
Rencana Tata Ruang
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
o
Pertimbangan melakukan
perencanaan Tata Ruang.
o Perencanaan Tata Ruang mencakup perencanaan struktur dan
pola Pemanfaatan Ruang, yang meliputi tata guna air, tata guna
udara, dan tata guna
sumber daya alam lainnya.
o Perencanaan Tata Ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan keamanan sebagai subsistem perencanaan Tata Ruang, tata cara penyusunannya diatur dengan peraturan perundang-undangan.
·
Bagian Ketiga:
Pemanfaatan (2 pasal)
o Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui pelaksanaan program Pemanfaatan Ruang beserta pembiayaannya, yang didasarkan atas Rencana Tata Ruang.
o Pemanfaatan Ruang diselenggarakan secara
bertahap sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang.
o
Pengembangan Pemanfaatan
Ruang.
o Ketentuan mengenai pengelolaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
·
Bagian Keempat
(2 pasal):
o Pengendalian Pemanfaatan Ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban tentang Pemanfaatan Ruang.
o Pengawasan terhadap Pemanfaatan Ruang diselenggarakan dalam bentuk pelaporan, pemantauan, dan evaluasi.
o Penerbitan terhadap Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang diselenggarakan dalam bentuk pengenaan sanksi
sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
BAB 5. Rencana Tata
Ruang (5 pasal), berisi tentang:
·
Pembedaan rencana
tata ruang.
·
Rencana Tata Ruang wilayah
Nasional merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Negara.
·
Isi rencana
tata ruang wilayah.
·
Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Nasional adalah 25 tahun.
·
Rencana Tata Ruang wilayah
Nasional ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
·
Rencana Tata Ruang
wilayah Propinsi Daerah Tingkat
I.
·
Isi Rencana
Tata Ruang wilayah Propinsi
Dae rah Tingkat
I.
·
Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I adalah 15 tahun.
·
Rencana Tata Ruang wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I
ditetapkan dengan peraturan
daerah.
·
Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II.
·
Isi Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II.
·
Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II menjadi
dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan.
·
Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat
II adalah 10 tahun.
·
Rencana Tata Ruang
wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II ditetapkan dengan peraturan daerah.
·
Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kawasan, pedoman, tata
cara, dan lain-lain yang diperlukan bagi penyusunan rencana tata ruang kawasan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB 6. Wewenang dan
Pembinaan
(6 pasal), berisi tentang:
·
Negara menyelenggarakan penataan
ruang untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat yang pelaksanaannya
dilakukan oleh Pemerintah.
·
Wewenang Pemerintah
dalam pelaksanaan Penataan
Ruang.
·
Pelaksanaan ketentuan dilakukan dengan tetap menghor mati hak yang dimiliki orang.
·
Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata
Ruang wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat
II yang ditetapkan berdasarkan undang-undang ini dinyatakan
batal oleh Kepala Daerah yang bersangkutan.
·
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menyelenggarakan penataan ruang wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I.
·
Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II menyelenggarakan penataan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II.
·
Presiden menunjuk seorang Menteri yang bertugas
mengkoordinasikan penataan
ruang.
·
Tugas koordinasi termasuk pengendalian perubahan fungsi ruang suatu kawasan
dan pemanfaatannya yang berskala
besar dan berdampak
penting.
·
Perubahan fungsi
ruang suatu kawasan
dan pemanfaatannya
ditetapkan setelah
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
·
Penetapan mengenai perubahan fungsi ruang menjadi dasar dalam peninjauan kembali
Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I
dan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II.
BAB 7. Ketentuan Peralihan (1
pasal), berisi:
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini semua peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan penataan ruang yang
telah ada tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dan belum berdasarkan
Undang-undang ini.
BAB 8. Ketentuan Penutup (2 pasal), berisi:
·
Dengan berlakunya Undang-undang
ini, maka Ordonansi Pembentukan
Kota (Stadvormingsordonantie
Staatblad Tahun 1948 Nomor 168, keputusan letnan Gubernur jenderal tanggal 23 Juli 1948 no.
13) dinyatakan tidak berlaku.
·
Undang-undang ini
berlaku pada tanggal diundangkan.
·
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
·
HUBUNGAN HUKUM DAN
PRANATA PEMBANGUNAN
Ada
lima tahapan untuk memahami proses kebijakan publik itu agar dapat berjalan
sesuai dengan tujuannya, adalah
1)
Tahap agenda
permasalahan
2)
Tahap formulasi
kebijakan
3)
Tahap adopsi
4)
Tahap implementasi,
dan
5)
Tahap evaluasi.
Kenyataan yang terjadi antara kebijakan yang dikeluarkan dengan hasil yang akan diharapkan terdapat penyimpangan, terdapat penyalahgunaan, dan terdapat inkonsistensi.
·
PENGAPLIKASIAN HUKUM PRANATA
PEMBANGUNAN
Apa pentingnya Hukum Pranata Pembangunan dan mengapa harus
ada yang namanya Hukum Pranata Pembangunan. Dalam membangun suatu bangunan diperlukan adanya
hukum yang berlaku. Pentingnya
kita mempelajari hukum pranata pembangunan ini juga dapat membuat kita
lebih memahami peraturan - peraturan serta hal -
hal apa
saja yang harus
dilakukan dalam membangun suatu
bangunan. Kita tidak
hanya merancang dan mendirikan namun juga
memperhatikan hukum yang telah berlaku agar suatu daerah tersebut
dapat tertata rapih.
Sebagai calon arsitek, dalam membengun suatu bangunan baik itu rumah, sekolah, maupun bangunan tinggi tentunya
kita memerlukan ijin dari pemerintah setempat. Izin yang
dimaksud tak lain
dan tak bukan ialah
IMB (Izin Mendirikan Bangunan). IMB merupakan perizinan yang diberikan
oleh kepala daerah kepada pemilik bangunan
untuk membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persayaratan administratif dan
persyaratan teknis yang berlaku.
IMB juga merupakan salah satu produk
hukum untuk
mewujudkan tatanan
tertentu sehingga
tercipta ketertiban, keamanan, keselamatan, kenyamanan,
sekaligus kepastian hukum. Kewajiban
setiap orang atau
badan yang akan mendirikan bangunan untuk memiliki
Izin Mendirikan Bangunan diatur pada Pasal 5 ayat 1 Perda 7 Tahun 2009.
IMB akan
melegalkan suatu bangunan yang direncanakan sesuai dengan Tata Ruang yang telah ditentukan. Selain itu, adanya IMB menunjukkan bahwa rencana konstruksi bangunan tersebut juga dapat dipertanggungjawabkan dengan maksud untuk kepentingan bersama. Pada umumnya proses IMB ialah 25 hari
dari tanggal diajukannya IMB. Jangka waktu tersebut
dapat berbeda - beda tergantung kebijakan
daerah setempat serta kelengkapan.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber
yaitu :
1)
Perikatan yang
timbul dari persetujuan
2)
Perikatan yang
timbul dari undang – undang
3)
Perikatan terjadi
bukan perjanjian
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang
satu dengan
orang yang lain karena perbuatan,peristiwa atau keadaan.Oleh karena itu dibentuk undang-undang oleh masyarakat yang diakui dan diberi akibat hukum. Dan dalam pengertiannya perikatan dapat terjadi jika
sudah melalui perjanjian yang dilakukan
oleh dua orang atau
lebih dan menimbulkan suatu hak dan kewajiban.
Salah satu bentuk dari hukum
perikatan adalah kontrak kerja. (Agar pihak pemberi tugas dan pelaksana tugas tidak ada yang merasa dirugikan dan
puas akan pekerjaan tsb.sehingga masing-
masing pihak dapat menyadari,memahami dan melaksanakan kewajibannya serta mengetahui
apa-apa saja yang menjadi
haknya dan apabila salah satu pihak merasa dirugikan
karena terdapat hal
–hal yang tidak dilaksanakan pihak lainnya,yang sudah
tercantum dalam kontrak kerja, maka
pihak
tersebut dapat
memberikan sanksi kepada pihak lainnya yang telah
disepakati bersama, dapat pula menuntutnya ke pengadilan.)
1. Pemberi Tugas (Owner)
Pihak pihak yang menghendaki suatu pekerjaan dilaksanakan oleh pihak
lain sehubungan dengan kepentingannya atas hasil
pekerjaan tersebut, atau wakilnya
yang ditunjuk dalam Pekerjaan.
2. Manajemen Konstruksi (Construction Management)
Bertanggung jawab
untuk melaksanakan tugas dalam memimp in, mengkoordinir,dan mengawasi pelaksaan pekerjaan di lapangan pada batas-batas yang telah
ditentukan baik teknis maupun administratif. Dalam menjalank an tugasnya MK dibantu oleh
beberapa orang yang masing-
masing mempunya i keahlian dalam
disiplin ilmu yang
diperlukan proyek.
3. Konsultan Perencana Arsitektur (Architectural Consultant)
Badan/Organisasi yang berada langsung di bawah owner, karena
memega ng peranan penting untuk
perencanaan awal/konsep desain dari segi arsitektur dan estetika ruangan. Tugasnya yaitu:
Membuat gambar/desain dan dimensi bangunan
secara lengkap dengan
spesifikas i teknis, fasilitas dan penempatannya.
Menentukan spesifikasi bahan bangunan untuk finishing pada bangunan proyek
ini. Membuat gambar-gambar rencana dan syarat-syarat teknis secara administ
rasi untuk pelaksanaan proyek.
Membuat perencanaan dan gambar-gambar ulang atau revisi bilamana
diperluka n. Bertanggung jawab sepenuhnya atas hasil
perencanaan yang dibuatnya apabila sewaktu-waktu terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan.
4. Konsultan Perencana Struktur (Structural Consultant)
Badan/Organisasi yang bertugas merencanakan dan merancang struktur yang
sesuai dengan keinginan
pemilik proyek melalui kontraktor utama, baik struktur atas maupun struktur bawah
dengan mempertimbangkan beberapa hal,
antara lain:
kondisi tanah, fungsi bangunan, bentuk bangunan (segi arsitektur), kondisi lahan,
serta kondisi alamnya. Tugas & wewenangnya:
Membuat perhitungan seluruh proyek berdasarkan teknis yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Membuat rancangan detail yang meliputi pembuatan gambar-gambar detail serta rincian volume pekerjaan.
Memberikan
penjelasan atas permasalahan yang timbul selama masa konstruksi.
5. Konsultan Perencana Mekanik & Elektrik (Mechanical / Electrical Consultant)
Badan/Organisasi
yang ahli dalam bidang
Mechanical dan
Electrical. Merencanakan instalasi yang menggunakan
tenaga mesin dan listrik serta berbagai
perlengkapan utilitas seperti
misalnya AC, perlengkapan penerangan, plumb ing, generator,
pemadam kebakaran, telepon, dan sound system sesuai
dengan keadaan dan fungsi bangunan.
Memberikan penjelasan pada waktu rapat, menyusun dokumen pelaksanaan
dan melakukan pengawasan berkala dan melaporkannya pada kontraktor utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar