Sabtu, 04 April 2020

TUGAS KE - 2 SOFTSKILL STUDI EKSKURSI

PUSAKA SAUJANA: TANA TORAJA

AMANDA AZALIA S - 3TB01



KONDISI GEOGRAFIS & PENDUDUK



Tana Toraja secara administrasi masuk dalam Kabupaten Toraja, terdiri dari 9 kecamatan dan 32 desa. Luas wilayah 3178 Km2, sebagian besar (40%) terdiri dari pegunungan dan dataran tinggi (25%). Wilayah Tana Toraja terletak sekitar 350 Km di utara kota Makassar, antara 2°40'-3°25' lintang selatan dan 119°30'-120°25' bujur timur. Di tengah-tengah wilayah berbukit-bukit tersebut terdapat Sungai Sa’dang yang mengalir dari utara ke selatan serta berpengaruh secara sosial, budaya dan ekonomi masyarakat Toraja (Sumalyo, 2001).



Istilah Toraja Sa'dang dipakai untuk menyebut wilayah dan kelompok etnis di kawasan Sungai Sa'dang. Sebutan tersebut untuk membedakan dengan kelompok dan tempat dengan sebutan Toraja-Mamasa, berada di sebelah baratnya beberapa puluh kilometer, dipisahkan oleh lembah dan gunung. Menurut legenda suku Toraja- Mamasa berasal dari suku Toraja-Sa'dang yang merantau ke arah barat, tidak kembali dan membentuk masyarakat Toraja di tempatnya yang baru. Di Tana Toraja terdapat dua pusat kota, Makale dan Rantepao. Makale berfungsi sebagai pusat administrasi di selatan, sedangkan Rantepao 18 Km di utara Makale, lebih berfungsi sebagai pusat pelayanan dan jasa
Menurut Laporan Kuliah Kerja Toraja 1975 Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia dalam Wegymantung (2009), Suku Toraja yang ada sekarang ini bukanlah suku asli, tapi merupakan suku pendatang. Menurut kepercayaan atau mythos yang sampai saat ini masih dipegang teguh, suku Toraja berasal dari khayangan yang turun pada sebuah pulau Lebukan. Kemudian secara bergelombang dengan menggunakan perahu mereka datang ke Sulawesi bagian Selatan. Di pulau ini mereka berdiam disekitar danau Tempe dimana mereka mendirikan perkampungan. Perkampungan inilah yang makin lama berkembang menjadi perkampungan Bugis. Diantara orang- orang yang mendiami perkampungan ini ada seorang yang meninggalkan perkampungan dan pergi ke Utara lalu menetap di gunung Kandora, dan di daerah Enrekang. Orang inilah yang dianggap merupakan nenek moyang suku Toraja.
Sistem pemerintahan yang dikenal di Toraja waktu dulu adalah sistim federasi.
Daerah Toraja dibagi menjadi lima daerah yang terdiri atas :
1.  Makale
2.  Sangala
3.  Rantepao
4.  Mengkendek
5.  Toraja Barat.
Daerah-daerah Makale, Mengkendek, dan Sangala dipimpin masing-masing oleh seorang bangsawan yang bernama Puang. Daerah Rantepao dipimpin bangsawan yang bernama Parengi, sedangkan .daerah Toraja Barat dipimpin bangsawan bernama Ma’Dika. Didalam menentukan lapisan sosial yang terdapat didalam masyarakat ada semacam perbedaan yang sangat menyolok antara daerah yang dipimpin oleh Puang dengan daerah yang dipimpin oleh Parengi dan Ma’Dika. Pada daerah yang dipimpin oleh Puang masyarakat biasa tidak akan dapat menjadi Puang, sedangkan pada daerah Rantepao dan Toraja Barat masyarakat biasa bisa saja mencapai kedudukan Parengi atau Ma’Dika kalau dia pandai. Hal inilah mungkin yang menyebabkan daerah Rantepao bisa berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan yang terjadi di Makale.

KEPERCAYAAN


Menurut L. I. Tangdilintin dalam Yulianto Sumalyo (2001), kepercayaan asli masyarakat Toraja adalah Aluk Todolo yang artinya agama/aturan dari leluhur (aluk = agama/aturan, todolo = nenek moyang). Menurut ajaran Aluk Todolo, di luar diri manusia terdapat 3 unsur kekuatan dan wajib dipercayai kebenaran dan kebesarannya, yaitu Puang Matua, Deata dan To Membali Puang (Todolo).

a.      Puang Matua

Aluk Todolo menurut penganutnya diturunkan oleh Puang Matua atau Sang Pencipta mulanya pada leluhur pertama yang disebut Datu La Ukku' yang kemudian menurunkan ajarannya kepada anak cucunya. Oleh karena itu menurut kepercayaan ini, manusia harus menyembah, memuja dan memuliakan Puang Matua atau Sang Pencipta diwujudkan dalam berbagai bentuk sikap hidup dan ungkapan ritual antara lain berupa sajian, persembahan maupun upacara-upacara.
            Merupakan unsur kekuatan yang paling tinggi sebagai pencipta alam semesta.
            Dalam pelaksanaan persembahan kurban, hewan yang dpersembahkan untuk Puang Matua adalah kerbau, babi dan ayam.
            Puang Matua bersemayam di langit / dunia atas
            Puang Matua memberikan kebahagiaan sesuai dengan kelakuan, baik atau jahat.
            Upacara untuk Puang Matua dilakukan di Utara / depan tongkonan

b.      Deata

Setelah Puang Matua menurunkan Aluk kepada Datu La Ukku’ sebagai manusia pertama, kemudian memberikan kekuasaan kepada para Deata atau Dewa untuk menjaga dan me-melihara manusia. Oleh karena itu Deata di- sebut pula sebagai Pemelihara yang menurut Aluk Todolo tidak tunggal tetapi di golongan menjadi tiga yaitu:
            Deata Langi (Sang Pemelihara Langit menguasai seluruh isi langit dan cakrawala)
            Deata Kapadanganna (Sang Pemelihara Bumi, menguasai semua yang ada di bumi)
            Deata Tangngana Padang (Sang Pemelihara Tanah, menguasai isi bumi). Masing-masing golongan terdiri dari beberapa Deata yang menguasai bagian- bagian tertentu misalnya gunung, sungai, hutan dan lain-lain. Upacara untuk deata dilakukan di sebelah Timur tongkonan.

c.       To Membali Puang

            To Membali Puang atau Todolo (Leluhur) merupakan arwah leluhur yang juga diwajibkan dipuja dan disembah karena merekalah yang memberi berkah kepada para keturunannya dan menempati dunia bawah.
            Selain memberi berkah juga bertugas mengawasi perbuatan dan perilaku manusia keturunannya.
            Upacara untuk to membali puang diadakan di Barat tongkonan.

Upacara Adat (Wegymantung, 2009)
Toraja sangat dikenal dengan upacara adatnya. Didalam menjalankan upacara dikenal dua macam pembagian yaitu Rambu Solok dan Rambu Tuka.
Rambu Solok merupakan upacara kedukaan yang meiliputi 7 tahapan, yaitu :
a.     Rapasan
b.    Barata Kendek
c.     Todi Balang
d.    Todi Rondon
e.    Todi Sangoloi
f.      Di Silli
g.     Todi Tanaan
Rambu Tuka merupakan upacara kegembiraan, yang juga meliputi 7 tahapan, yaitu :
a.     Tananan Bua’
b.    Tokonan Tedong
c.     Batemanurun
d.    Surasan Tallang
e.    Remesan Para
f.      Tangkean Suru
g.     Kapuran Pangugan


Karena mayoritas penduduk suku Toraja masih memegang teguh kepercayaan nenek moyangnya maka adat istiadat yang ada sejak dulu tetap dijalankan sekarang. Hal ini terutama pada adat yang berpokok pangkal dari upacara adat Rambu Tuka’ dan Rambu Solok. Dua pokok inilah yang merangkaikan upacara-upacara adat yang masih dilakukan dan cukup terkenal. Upacara adat itu meliputi persiapan penguburan jenazah yang biasanya diikuti dengan adu ayam, adu kerbau, penyembelihan kerbau dan penyembelihan babi dengan jumlah besar. Upacara ini termasuk dalam Rambu Solok, dimana jenazah yang mau dikubur sudah di simpan lama dan nantinya akan dikuburkan di gunung batu.

ORIENTASI RUMAH


Pandangan Aluk Todolo mengenai angapan tentang alam raya / makro kosmos diklasifikasikan sebagai berikut (Sumalyo, 2001) :
           Orientasi Timur Barat
           Orientasi Utara Selatan
           Orientasi Atas Bawah
           Orientasi Empat Arah Angin


a.       Orientasi Timur Barat

            Timur adalah matallo, tempat terbitnya matahari yang memiliki makna bahagia, terang dan sumber kehidupan.
            Alu’matallo adalah upacara kebahagiaan. Perangkat upacara disebut
rambu tuka.
            Barat adalah matampu, tempat matahari terbenam yang memiliki makna kedukaan, kegelapan dan sumber kedukaan.
            Alu’matampu adalah upacara kedukaan. Perangkat upacara disebut rambu solo.

b.      Orientasi Utara Selatan

            Utara adalah paling utama, disebut uluna lino yang berarti kepala dunia. Utara memiliki makna kepala, depan dan atasan yang dihormati dan dalam interior sebagai tempat suci dan terhormat.
            Selatan disebut pollo’na lino yang berarti dasar dunia. Selatan memiliki makna kaki, bawahan dan pengikut belakang serta dalam interior sebagai tempat kotor.

c.       Orientasi Atas Bawah

          Benua atas, berada di langit, sebagai laki-laki dan bersifat baik.
          Benua bawah, berada di bawah air, sebagai wanita dan bersifat buruk.
          Benua tengah, berada di permukaan bumi, diangap sebagai tempat pertemuan benua atas dan bawah dimana terjadi keharmonisan dan keseimbangan

d.      Orientasi Empat Arah Angin

Empat arah angin membentuk segi empat dan diproyeksikan sbb :
          Azas kehidupan tentang kelahiran manusia
          Azas kehidupan tentang eksistensi (kehadiarn manusia)
          Azas kehidupan tentang pengabdian manusia dalam makrokosmos.
          Azas kehidupan tentang kematian manusia.

TONGKONAN



Kata Tongkonan menurut Abdul Azis Said dalam Shandra Stephani (2009), berasal dari kata Tongkon yang berarti 'tempat duduk', mendapat akhiran 'an' maka menjadi Tongkonan yang artinya tempat duduk. Dahulu Tongkonan adalah pusat pemerintahan, kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Tana Toraja. Tongkonan tidak bisa dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki secara turun-temurun oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja.
Dengan sifatnya yang demikian, Tongkonan dapat diartikan beberapa fungsi, antara lain pusat budaya, pusat pembinaan keluarga, pembinaan pera-turan keluarga dan kegotongroyongan, pusat dinami-sator, motivator dan stabilisator sosial, sehingga fungsi Tongkonan tidaklah sekedar sebagi tempat untuk duduk bersama, lebih luas lagi meliputi segala aspek kehidupan. Apabila mempelajari letak dan upacara-upacara yang dilaksanakan, melalui simbol-simbolnya akan diketahui bahwa Tongkonan adalah simbol sosial dan simbol alam raya. Oleh karena itu, orang Toraja sangat men"sakral"kan Tongkonan.
Pembagian alam raya berdasarkan kepercayaan Aluk Todolo kemudian menjadi konsep dasar terwujudnya bentukan rumah Tongkonan seperti yang terlihat pada gambar berikut.


Keterangan gambar:
a.    Atap dan bagian muka, terutama bagian ber-bentuk segitiga dari dinding muka dinamakan sondong para atau lido puang (wajah dari dewa-dewa), melambangkan Dunia Atas
b.    Dunia Tengah, dunia dari manusia; bagian muka sebelah utara paling berhubungan dengan “bagian dari matahari terbit‟ (untuk upacara di bagian timur)
c.     Dunia bawah: Sama seperti Pong Tulak Padang memegang dunia di atas, jadi rumah disangga dengan jiwa yang tinggal dalam Bumi (menurut beberapa orang Toraja, Tulak Padang sendiri yang menyangga rumah)
d.    Lubang, yang dibuka pada bagian dalam atap untuk upacara-upacara dari sebelah timur.

PENATAAN RUANG


Rumah bagi masyarakat Toraja adalah cerminan penghayatan religi, sebagai bentuk pemahaman sederhana terhadap alam semesta (Dewi, 2003). Bentukan geometris ruang selalu dikaitkan dengan fenomena alam. Konsep hirarki rumah Toraja (banua) terdiri dari tiga bagian berdasarkan hirarkinya, yakni bagian atas, bagian tengah dan bagian bawah.
1)   Bagian atas, loteng (langi) merupakan dunia/alam atas yang melambangkan sorga dan dianggap paling sakral; 2) Ruang tengah merupakan ruang dunia kehidupan manusia (padang); 3) Ruang bawah rumah/kolong merupakan dunia bawah, tempat kehidupan makhluk setan; 4) Kaki bangunan paling bawah akan ditopang pada kepala dewa Pong Tulak Padang; 5) Sementara dewa tertinggi, Puang Matua, bertempat di alam sorga teratas (ulunna langi) dan ini disimbolkan dengan matahari dan pergerakannya; 6) Rumah bangsawan suku Toraja, terdapat ruang tengah di kaki rumah yang tidak difungsikan, disimbolkan sebagai riri posi atau tempat tali pusar; 7)   Pada badan rumah terdapat ruang yang menjadi orientasi (axis mundi), atau disimbolkan sebagai pusat alam semesta (petuo), dalam satu sumbu vertikal dengan ruang di atasnya. Ruang di bawah rumah (kaki panggung) dianggap sebagai ruang yang sangat berbahaya, terdapat kekuatan yang dapat mengganggu kehidupan manusia; 8) Padi dan air sebagai sumber kehidupan terdapat di sebelah utara rumah; 9) Tapak rumah akan dibangun mengikuti aliran sungai Sa’dan. Aliran sungai dari arah utara ke selatan juga merupakan salah satu sumbu orientasi perumahan suku Toraja pada umumnya, selain juga mengikuti orientasi timur-barat sesuai lintasan pergerakan matahari; 10) Laut terdapat di bagian selatan dengan latar belakang Pulau Pongko, asal nenek moyang masyarakat Toraja sebelumnya; 11) Kuburan juga diletakkan di sebelah selatan; 12) berdekatan dengan gunung Bamba Puang yang legendaris itu; 13) Kuburan bagi para bangsawan diposisikan lebih tinggi daripada kuburan masyarakat biasa. Kuburan ini dikelilingi oleh pohon kelapa untuk membantu para roh mencapai alam atas.


Rumah suku Toraja diletakkan sesuai orientasi utara-selatan. 14) Bagian rumah yang dianggap paling sakral adalah bagian loteng paling utara (lindo puang), sebagai pengejawantahan wajah pemilik rumah itu, sekaligus juga pintu masuk para dewa ke dalam rumah. Pada sisi rumah sebelah selatan dan sisi lainnya disimbolkan sebagai kematian, seperti juga sisi barat, tempat matahari terbenam; 15) Jenasah diposisikan di sebelah barat rumah dengan kepala di selatan, melambangkan pulau kematian yang berada di sebelah selatan. Kondisi ini hanya dilakukan pada saat upacara menjelang pemakaman. Jenasah kemudian diposisikan di timur-barat, dan diperlakukan seolah jenasah itu masih hidup; 16) Upacara ini merupakan upacara terpenting, akhirnya jenasah dikeluarkan melalui pintu yang terletak di sisi barat rumah. Sisi selatan dan sisi barat juga dilambangkan sebagai tempat leluhur dan tempat peninggalan benda- benda pusaka; 17) Ada juga yang meletakkannya di sudut tenggara ruangan; 18) Sebelah timur rumah merupakan tempat aktivitas para penghuni, dilambangkan sebagai jantung.



Menurut Azis Said dalam Shandra Stephani (2009), rumah Tongkonan terdiri atas ruang-ruang yang berjejer dari utara ke selatan dan berbentuk persegi panjang. Ruang pada bagian badan Tongkonan terbagi atas tiga bagian, yaitu:
-       Ruang bagian depan (Tangdo‟) disebut kale banua menghadap bagian utara. Tempat penyajian kur-ban pada upacara persembahan dan pemujaan kepada Puang Matua.
-       Ruang tengah (Sali) lebih luas dan agak rendah dari ruang lainnya. Terbagi atas bagian kiri (barat) tempat sajian kurban hewan dalam upacara Aluk Rambu Solo’ dan bagian kanan (timur) tempat sajian kurban persembahan dalam upacara Aluk Rambu Tuka’.
-       Ruang belakang (Sumbung) disebut pollo banua (ekor rumah) berada dibagian selatan, tempat masuknya penyakit.


Selain itu, pola penataan ruangnya berdasarkan pada pembagian keempat titik mata-angin seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.





Penataan ruang disusun sedemikian rupa untuk mempermudah pelaksanaan ritual di dalam tongkonan yang terletak pada tata letak penyajian hidangan yang mengikuti arah Timur-Barat menurut kepercayaan Aluk Todolo. Pada upacara rambu tuka’, sajiannya dihidangkan di bagian timur sedangkan untuk upacara rambu solo’, sajiannya dihidangkan di bagian Barat dalam Tongkonan.
Berikut penjabaran dari perwujudan kepercayaan Aluk Todolo pada tiap ruang dalam dari Tongkonan, yaitu Bagian Utara, Selatan, Timur dan Barat:
-       Bagian Utara Tongkonan disebut Ulunna lino (kepala dunia) atau lindo puang (wajah raja-raja). Bagian ini dikonotasikan sebagai kepala, bagian depan, atasan, bagian yang dihormati, dan dianggap sebagai tempat suci tempat bersemayamnya Puang Matua sekaligus sebagai tempat dewa memasuki rumah. Areal ini terletak pada bagian depan Tongkonan dan dalam pelaksanaan ritual berfungsi untuk upacara persembahan dan pemu-jaan kepada Puang Matua.
-       Bagian Selatan disebut pollo ‘na lino (ekor dunia) dikonotasikan sebagai kaki, bawahan, ekor, pengikut dan tempat kotor. Di selatan bagi masyarakat Toraja, terdapat alam Puya tempat roh-roh orang yang telah meninggal dan dijaga oleh Pong Lalondong. Bagian ini digunakan sebagai tempat ruang tidur bagi anggota keluarga yang mana posisi kepala menurut kepercayaan mereka harus menghadap ke utara untuk memperoleh berkah dari Puang Matua agar terhindar dari segala jenis penyakit.
-  Bagian Barat tempat terbenamnya matahari (rampe matampua), merujuk pada “kematian‟ dan mewakili unsur gelap, kedukaan, dan semua hal yang mendatangkan kesusahan. Bagian barat ruang ini secara religius berfungsi sebagai tempat membaringkan tubuh mayat dengan kepala menghadap ke selatan tempat alam Puya berada dan tempat upacara pertama orang mati yang dilakukan dalam Tongkonan. Selain itu, juga berfungsi sebagai tempat pemujaan Tomembali Puang (arwah para leluhur yang telah menjadi dewa atau biasanya disebut todolo) dalam pelaksanaan ritual Aluk Rambu Solo’ dan terletak pada sisi kiri ruang dalam Tongkonan. Bagian Timur dan Barat terletak pada sisi kanan dan kiri dari ruang tengah. Pembagian antara bagian kanan dan kiri ditandai dengan pata’ (kayu melintang dari ruang depan ke belakang dan membagi badan rumah secara simetris yang terdapat pada lantai).

ORNAMEN


Ornamen dalam bahasa Toraja disebut passuraq, yang berasal dari akar kata suraq sinonim dengan kata surat, yang artinya, berita, tulisan atau gambaran (Anwar Thosibo, 2011). Etnis Toraja menggambar passuraq sama seperti bentuk aslinya (einmalig) yang memiliki artikulasi. Artikulasi passuraq ternyata identik dengan tulisan, namun bukan dalam modus seperti alphabet Latin atau hiragana Jepang tetapi dalam representasi yang lain yaitu karya seni ukir kayu yang di dalam obyek gambarnya memiliki tataran ikonis dan tataran plastis.
Pada tataran ikonis, gambar passuraq diandaikan mewakili obyek tertentu yang dapat diketahui melalui persepsi dunia-hidup sehari-hari yang masih berlangsung, sementara pada tataran plastis, kualitas ekspresi gambar passuraq berguna untuk menyampaikan konsep-konsep yang abstrak. Seperti halnya bahasa tulisan, passuraq merupakan “sistem pembuka dan penyimpan makna” realitas masyarakat Toraja, karena itu maka passuraq tidak sekedar komunikatif tetapi juga sebagai tempat kreatifitas seni. Dalam kapasitas seni inilah pribadi passuraq - sebagai seorang perupa dan seorang sejarawan - memiliki kebebasan untuk merefleksikan apa yang dilihat dan dialami dalam dunia imajinasinya.
Menurut Kornelius Kadang dalam Anwar Thosibo (2011) menyatakan bahwa terdapat kurang lebih 125 motif gambar passuraq yang pernah diciptakan, yang masing-masing menggambarkan realitas kehidupan dan ada 75 motif hanya dikhususkan untuk Tongkonan. etnis Toraja mengklasifikasi gambar passuraq ke dalam 4 kategori berdasarkan ketentuan adat.
Pertama dinamakan Garontok Passuraq, yaitu gambar utama dan dianggap sebagai pangkal atau dasar untuk memahami budaya Toraja. Kedua dinamakan Passuraq Todolo, dianggap sebagai penggambaran realitas hidup orang dewasa sejak berkeluarga sampai kakek nenek. Ketiga dinamakan Passuraq Malollek, yaitu penggambaran realitas hidup kelompok remaja muda mudi. Keempat dinamakan Passuraq Pakbarean, dianggap sebagai penggambaran berbagai aneka macam kehidupan yang berhubungan dengan suasana yang penuh kegembiraan dan kesenangan pada masa kanak-kanak.

Contoh Ukiran/ Passurak Toraja (Wegymantung, 2009)


 Pa’tedong (ukiran kepala kerbau) Melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran.

Ne’Limbongan (menggambarkan danau). Mengandung arti Orang Toraja bertekad mendapat rejeki dari empat penjuru angin bagaikan mata air yang menyatu di satu danau.

  Pa’bulu Lodong (rumbai ayam jago) Mengandung makna keperkasaan dan kearifan

 Pa’Barre Alo (ukiran matahari) Melambangkan kebesaran dan kebanggaan bagi orang Toraja.
 Pa’Bambo Uai (binatang air yang berenang) Bermakna manusia harus cepat dan tepat dalam melaksanakan pekerjaan, tetapi dengan hasil berlipat dan memuaskan.
 Padaun Peria (ukiran kuncup bunga peria) Artinya larangan untuk berzinah dan untuk menjaga kesucian, seperti kuncup bunga peria


Berikut beberapa contoh aplikasi ornamen/passurak pada Tongkonan (Dewanto, 2011)




DAFTAR PUSTAKA


Stephany, Shandra Transformasi Tatanan Ruang dan Bentuk pada Interior Tongkonan di Tana Toraja Sulawesi Selatan.
Sumalyo, Yulianto Kosmologi dalam Arsitektur Toraja. 
Thosibo, Anwar Mengungkap Masa Lampau Etnis Toraja Melalui Seni Ukir Ornamen Passurak sebagai Sumber Sejarah. 
Tangdilinting L. T. Tongkonan (Rumah Adat Toraja) dengan Struktur, Seni dan Konstruksinya , Yayasan Lepongan Bulan. Tana Toraja 1978.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar